TV

    Warung Bebas TV Streaming

    Kamis, 21 Maret 2013

    Kota Bau-Bau

    WILAYAH

    Kota Bau-Bau mempunyai wilayah daratan seluas 221,00 km², luas laut mencapai 30 km² merupakan kawasan potensial untuk pengembangan sarana dan prasarana transportasi laut.

    Secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa di antara 5.21° – 5.33° Lintang Selatan dan di antara 122.30° – 122.47° Bujur Timur atau terletak di sebelah Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
    Wilayah Kota Bau-Bau berbatasan dengan:
     Utara  Selat Buton
     Selatan         Kecamatan Pasar Wajo, Kabupaten Buton          
     Barat  Kecamatan Kadatua, Kabupaten Buton
     Timur  Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton


    Kota Bau-Bau pada umumnya memiliki permukaan yang bergunung, bergelombang dan berbukit-bukit. Di antara gunung dan bukit-bukit terbentang dataran yang merupakan daerah-daerah potensial untuk mengembangkan sektor pertanian.

    Keadaan iklim di daerah Kota Bau-Bau umumnya sama dengan daerah lain disekitarnya yang mempunyai 2 musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan suhu udara berkisar 20 °C–33 °C.
    Musim hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember dan Maret, pada bulan–bulan tersebut angin barat yang bertiup dari Asia dan Samudera Pasifik mengandung banyak uap air, musim kemarau terjadi mulai bulan Mei sampai bulan Oktober, pada bulan-bulan ini angin timur yang bertiup dari Australia kurang mengandung uap air.

    Wilayah Kota Bau-Bau terdiri dari 6 kecamatan, yaitu:
    • Betoambari yang terdiri atas beberapa kelurahan, yaitu :
      • Kelurahan Sulaa
      • Kelurahan Waborobo
      • Kelurahan Katobengke
      • Kelurahan Lipu
    • Bungi
    • Kokalukuna
    • Murhum yang terdiri atas beberapa kelurahan, yaitu :
      • Kelurahan Nganganaumala
      • Kelurahan Lanto
      • Kelurahan Kaobula
      • Kelurahan Wameo
      • Kelurahan Bone-bone
      • Kelurahan Wajo
      • Kelurahan Lamangga
      • Kelurahan Melai
    • Sorowalio
    • Wolio
      • Wolio yang terdiri atas beberapa kelurahan, yaitu :
      • Kelurahan Bataraguru
      • Kelurahan Tomba
      • Kelurahan Wale
      • Kelurahan Batulo
      • Kelurahan Wangkanapi
      • Kelurahan Bukit wolio Indah
      • Kelurahan Kadolokatapi 
    • Lea-Lea


    WISATA


    Kunjungan wisata di Kota Bau-Bau dapat dibagi menjadi 2 jenis kunjungan utama, yaitu:

    • Wisata sejarah
    •  berupa kunjungan wisata ke peninggalan sejarah dari Kesultanan Buton, berupa:
      • Benteng Keraton Buton dan Masjid Agung Keraton (Masigi Ogena)
      • Masjid Kuba dan Tiang Bendera (Kasuluna Tombi)
      • Rumah Adat
       (Malige), Badili (Meriam), Samparaja, Lawa dan Baluara.
    • Wisata alam
    •  berupa kunjungan melihat pemandangan alam yang indah, berupa:
      • Pantai,
        • Kamali
        • Nirwana
        • Lakeba dan
        • Kokalukuna
      • Air terjun,
        • Tirtarimba,
        • Samparona dan
        • Lagawuna
      • Gua
        • Lakasa
        • Ntiti
      • Puncak
        • Mardadi (liabuku)
        • Wantiro (bukit Kolema)



    Rabu, 20 Maret 2013

    BENTENG KERATON

    BENTENG TERLUAS Di DUNIA


    Benteng Keraton Buton merupakan salah satu objek wisata bersejarah di Bau-bau, Sulawesi Tenggara. Benteng peninggalan Kesultanan Buton tersebut dibangun pada abad ke-16 oleh Sultan Buton III bernama La Sangaji yang bergelar Sultan Kaimuddin (1591-1596). Pada awalnya, benteng tersebut hanya dibangun dalam bentuk tumpukan batu yang disusun mengelilingi komplek istana dengan tujuan untuk mambuat pagar pembatas antara komplek istana dengan perkampungan masyarakat sekaligus sebagai benteng pertahanan. Pada masa pemerintahan Sultan Buton IV yang bernama La Elangi atau Sultan Dayanu Ikhsanuddin, benteng berupa tumpukan batu tersebut dijadikan bangunan permanen. Pada masa kejayaan pemerintahan Kesultanan Buton, keberadan Benteng Keraton Buton memberi pengaruh besar terhadap eksistensi Kerajaan. Dalam kurun waktu lebih dari empat abad, Kesultanan Buton bisa bertahan dan terhindar dari ancaman musuh.
    Benteng yang merupakan bekas ibukota Kesultanan Buton ini memiliki bentuk arsitek yang cukup unik, terbuat dari batu kapur/gunung. Benteng yang berbentuk lingkaran ini dengan panjang keliling 2.740 meter. Benteng Keraton Buton mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) dan Guiness Book Record yang dikeluarkan bulan september 2006 sebagai benteng terluas di dunia dengan luas sekitar 23,375 hektar. Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang yang disebut Lawa dan 16 emplasemen meriam yang mereka sebut Baluara. Karena letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya. Dari tepi benteng yang sampai saat ini masih berdiri kokoh anda dapat menikmati pemandangan kota Bau-Bau dan hilir mudik kapal di selat Buton dengan jelas dari ketinggian,suatu pemandangan yang cukup menakjukkan. Selain itu, di dalam kawasan benteng dapat dijumpai berbagai peninggalan sejarah Kesultanan Buton. Benteng ini terdiri dari tiga komponen yaitu Badili, Lawa, dan Baluara

    Badili ( Meriam )

    Obyek wisata ini merupakan meriam yang terbuat dari besi tua yang berukuran 2 sampai 3 depa. Meriam ini bekas persenjataan Kesultanan Buton peninggalan Portugis dan Belanda yang dapat ditemui hampir pada seluruh benteng di Kota Bau-Bau. Meriam ini  di tempatkan di baluara dalam benteng. dan sebagian  di tempatkan pada sekitaran benteng guna menambah kekuatan pertahanan pada saat itu.




    Lawa

    Dalam bahasa Wolio berarti pintu gerbang. Lawa berfungsi sebagai penghubung keraton dengan kampung-kampung yang berada disekeliling benteng keraton. Terdapat 12 lawa pada benteng keraton. Angka 12 menurut keyakinan masyarakat mewakili jumlah lubang pada tubuh manusia, sehingga benteng keraton diibaratkan sebagai tubuh manusia. Ke-12 lawa memiliki masing-masing nama sesuai dengan gelar orang yang mengawasinya, penyebutan lawa dirangkai dengan namanya. Kata lawa diimbuhi akhiran 'na' menjadi 'lawana'. Akhiran 'na' dalam bahasa Buton berfungsi sebagai pengganti kata milik "nya". Setiap lawa memiliki bentuk yang berbeda-beda tapi secara umum dapat dibedakan baik bentuk, lebar maupun konstruksinya ada yang terbuat dari batu dan juga dipadukan dengan kayu, semacam gazebo diatasnya yang berfungsi sebagai menara pengamat. 12 Nama lawa diantaranya : lawana rakia, lawana lanto, lawana labunta, lawana kampebuni, lawana waborobo, lawana dete, lawana kalau, lawana wajo/bariya, lawana burukene/tanailandu, lawana melai/baau, lawana lantongau dan lawana gundu-gundu.

    Baluara

    Kata baluara berasal dari bahasa portugis yaitu 'baluer' yang berarti bastion. Baluara dibangun sebelum benteng keraton didirikan pada tahun 1613 pada masa pemerintahan La Elangi/Dayanu Ikhsanuddin (sultan buton ke-4) bersamaan dengan pembangunan 'godo' (gudang). Dari 16 baluara dua diantaranya memiliki godo yang terletak diatas baluara tersebut. Masing-masing berfungsi sebagai tempat penyimpanan peluru dan mesiu. Setiap baluara memiliki bentuk yang berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi lahan dan tempatnya. Nama-nama baluara dinamai sesuai dengan nama kampung tempat baluara tersebut berada. Nama kampung tersebut ada di dalam benteng keraton pada masa Kesultanan Buton. 16 Nama Baluara : baluarana gama, baluarana litao, baluarana barangkatopa, baluarana wandailolo, baluarana baluwu, baluarana dete, baluarana kalau, baluarana godona oba, baluarana wajo/bariya, baluarana tanailandu, baluarana melai/baau, baluarana godona batu, baluarana lantongau, baluarana gundu-gundu, baluarana siompu dan baluarana rakia.

    Sumber: wikipedia dan Lain-lain(gambar)